Perlahan istilah ini semakin populer dan mendunia seiring perkembangan teknologi televisi yang mulai menggeliat pada era 1920-an.
Pada tahun 1928, drama televisi pertama ditayangkan melalui pemancar eksperimen di Schenectady, New York. Selama kurun waktu tahun 1930-an, David Sarnoff dan Vladimir Zworykin mengembangkan teknologi televisi. Dia menyempurnakan tabung katoda yang dinamakan kinescope dan mengembangkan teknologi yang dimiliki CRT serta kamera tabung yang melengkapi teknologi televisi tabung pertamanya.
Perkembangan teknologi pesawat TV hampir terhenti pada awal tahun 1940- an karena Perang Dunia Kedua. Saat itu ruang frekuensi untuk pemancar televisi pada gelombang VHF (very high frequency) mulai penuh, sehingga para peneliti pun mencari jalan keluar untuk masalah ini. Tahun 1952, disepakati bahwa tambahan ruang frekuensi untuk pemancar televisi dibuka pada jalur gelombang UHF (Ultra High Frequency) dan sejak itu, frekuensi untuk siaran televisi ini semakin populer hingga saat ini, bahkan menjadi tulang punggung, khususnya Indonesia.
Secara teknologi, gelombang UHF memiliki sejumlah keunggulan seperti arah komunikasi bisa duplex, sehingga cocok untuk aplikasi hand phone dan data internet. Teknologinya relatif matang, perangkatnya lebih popular dan murah; dan pancaran tidak jauh, justru dari segi regulator merupakan plus point karena lebih mudah melakukan sensor. Namun, UHF Terrestrial pun memiliki keterbatasan yang meliputi resourse, bentangan frekuensi, dan bandwidth terbatas. Karena merupakan gelombang permukaan (terrestrial), pancarannya tidak jauh dan mudah terhalang oleh gunung atau gedung-gedung tinggi; dan perlu membangun/investasi tower/ stasiun relay pada setiap wilayah pancarannya.
Di Indonesia, Hampir semua stasiun televisi disiarkan melalui UHF terrestrial, baik analog maupun Digital DVB-T2. Tak heran, bila payung hukum berupa peraturan/izin pemerintah juga terrestrial centris. Selain disiarkan melalui UHF terrestrial, sejumlah pengelola televisi pun menyiarkan konten melalui satelit.
Era penyiaran televisi melalui satelit ini dimulai pada tahun 1976 saat Indonesia meluncurkan satelit Palapa. Satelit yang saat itu dioperasikan Perumtel, memiliki 12 transponder dengan kapasitas sekitar 6.000 sambungan pembicaraan atau 12 kanal televisi berwarna atau kombinasi dari keduanya. Setelah memasuki masa operasional, 6 dari 12 transponder Palapa A1 digunakan untuk aplikasi telepon, sedangkan 1 lainnya digunakan televisi nasional dan 5 sisanya digunakan sebagai cadangan. Pada saat peluncurannya, satelit ini memiliki bobot 574 kg. Program satelit Palapa ini menempatkan Indonesia menjadi negara ketiga di dunia yang mengoperasikan sistem komunikasi satelit domestik dengan menggunakan Satelit GSO.
Sejak itu TVRI maupun stasiun TV swasta memanfaatkan satelit Palapa untuk merelay acara TV ke seluruh nusantara, tetapi hanya kota-kota besar yang punya fasilitas tower pemancar yang dapat memancarkan kembali dengan UHF terrestrial ke pemirsa. Sejak itu pula “TV satellite DTH (Direct To Home)” dalam tanda kutip mulai memasyarakat dengan memanfaatkan “Bocoran” sinyal relay tersebut. Oleh karena, “bocoran” itu memberikan manfaat kepada seluruh masyarakat sehingga lambat laun Industri untuk perangkat pun berkembang dan warna abu-abu pun menjadi putih, inilah TV Satelit FTA (Free to Air). Karena keadaan teknologi saat itu, TV Satelit FTA menggunakan frekuensi C band yang memiliki pita frekuensi 3,7 hingga 4,2 GHz untuk downlink dan 5,925-6,425 GHz untuk uplink dan berlanjut hingga saat ini.
Kehadiran TV satelit FTA (Free To Air) memang sangat dirasakan di berbagai daerah, khususnya daerah yang terbilang “blank spot” lantaran tidak atau sulit dijangkau dengan sistem penyiaran via terrestrial. Teknologinya pun memiliki sejumlah keunggulan seperti terpapar di bawah ini;
Jangkauan TV satellite DTH (foot print) luas, sehingga acara TV dapat mencakup seluruh nusantara dan dapat ditonton oleh jutaan pemirsa.
Frekuensi boleh dibilang reuseable dengan: a. Bedakan polarisasi dan atau symbol rate signal pada 1 satelit atau satelit berdekatan b. Beda posisi satelit di orbit di atas 2,5 derajat.
Saat yang sama, TV satelit pun memiliki keterbatasan yang meliputi:
Biaya pengadaan/peluncuran satelit sangat tinggi, dan biaya operasional/ pengendalian relatif tinggi.
Masa pemakaian satelit 15 tahun, tidak dapat diperbaiki di orbit.
TV satellite DTH merupakan sistem TVRO (TV Receive Only) yaitu komunikasi simplex, Komunikasi Duplex perlu perangkat untuk melakukan upload yang mahal.
– TV & Radio Magazine
TV Satelit, Pilihan Utama Siaran TV Digital?
Pertanyaan ini terpicu dengan .....................
konten diambil dar halaman kitanesia.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar